Minggu malem kemaren, sy lagi asik nonton tipi. Kemudiannn, datanglah Tulang (dalam bahasa Batak, artinya 'paman') Edo dan istrinya. Tulang Edo merupakan sepupu jauh ibu sy. Jadi, juga paman jauh sy. Hmm...akhirnya kami berbincang-bincang. Tulang nampak makin berisi. Waktu ia tanya, "kamu uda lupa sama Tulang, ya?", sy hanya tertawa. Sy tentu ingat betul. Dulu waktu sy kecil, tulang kadang-kadang datang dan ngomentarin gambar-gambar sy. Haha. Saat ini, tulang tinggal di Medan, setelah sebelumnya tinggal di Jogja dan juga Jakarta...
Akhirnya, ayah dan ibu pun turut bergabung. Sy kurang begitu mendengarkan karena masi asik nyambi nonton tipi, haha...Sy sekilas mendengar kenangan-kenangan lama saat dulu tulang dan mama masi kecil. Ada juga obrolan tentang keadaan tante-tante sy di Jakarta. Kemudian sampai pada topik mata angin. Hmm. Tulang berpendapat, Jogja itu membingungkan karena arah mata anginnya terlalu ekstrim. Di mana pun ia berada, di posisi mana pun, Jalan Magelang tetaplah utara. Begitulah.
Dan ayah sy pun menjelaskan kalo patokan utara adalah Kaliurang dan patokan selatan adalah Pantai Parangtritis. Tapi tulang masi merasa bingung. Katanya, kalo ia menghadap selatan dan orang menyuruhnya berjalan ke utara, maka secara gak langsung ia akan menuju lurus ke depan (menurut sy, perspektif tulang dengan utara adalah 'maju'). Tapi kemudian tulang menjelaskan kalo di Jakarta, orang-orang terbiasa menggunakan kompas, dan titik nolnya adalah Monas.
Nah, yang menggelikan saat tulang bilang, "Kalo lagi menghadap mana pun, atau ketika sedang di alun-alun selatan atau Malioboro; waktu aku tanya di mana Amplas, Jalan Kaliurang, atau Jalan Gejayan, smua orang akan bilang, di utara. Jadi di mana pun aku, utara tetap di situ", ayah sy pun menjawab, "Sama dengan naik pohon, dong. Kalo kita manjat, 'atas' itu akan selalu di atas! Kepala kita juga mengarah ke atas. Di mana pun, 'atas' tetap di situ". Wuahaha...ketawa semua jadinya.
Tapi tulang masi tak terima. Ia menjelaskan kalo di Jakarta, orang sudah terbiasa dengan wilayah-wilayah tertentu. Misalnya, daerah Jakarta Utara, Selatan, Barat, Timur, dan Pusat. Jakarta Selatan misalnya, wilayahnya uda pasti dan gak berubah. Lalu, kembali ke titik nol tadi. Jadi, menurut tulang, tanpa kompas kan gak ada istilah tenggara atau barat laut misalnya, jadi itu yang membingungkan. Hoho...
Hmm...mungkin bagi yang belum terbiasa dengan budaya ini, pake bahasa belokan kanan-kiri-depan-belakang aja kalee ye...Hihi.
Akhirnya, ayah dan ibu pun turut bergabung. Sy kurang begitu mendengarkan karena masi asik nyambi nonton tipi, haha...Sy sekilas mendengar kenangan-kenangan lama saat dulu tulang dan mama masi kecil. Ada juga obrolan tentang keadaan tante-tante sy di Jakarta. Kemudian sampai pada topik mata angin. Hmm. Tulang berpendapat, Jogja itu membingungkan karena arah mata anginnya terlalu ekstrim. Di mana pun ia berada, di posisi mana pun, Jalan Magelang tetaplah utara. Begitulah.
Dan ayah sy pun menjelaskan kalo patokan utara adalah Kaliurang dan patokan selatan adalah Pantai Parangtritis. Tapi tulang masi merasa bingung. Katanya, kalo ia menghadap selatan dan orang menyuruhnya berjalan ke utara, maka secara gak langsung ia akan menuju lurus ke depan (menurut sy, perspektif tulang dengan utara adalah 'maju'). Tapi kemudian tulang menjelaskan kalo di Jakarta, orang-orang terbiasa menggunakan kompas, dan titik nolnya adalah Monas.
Nah, yang menggelikan saat tulang bilang, "Kalo lagi menghadap mana pun, atau ketika sedang di alun-alun selatan atau Malioboro; waktu aku tanya di mana Amplas, Jalan Kaliurang, atau Jalan Gejayan, smua orang akan bilang, di utara. Jadi di mana pun aku, utara tetap di situ", ayah sy pun menjawab, "Sama dengan naik pohon, dong. Kalo kita manjat, 'atas' itu akan selalu di atas! Kepala kita juga mengarah ke atas. Di mana pun, 'atas' tetap di situ". Wuahaha...ketawa semua jadinya.
Tapi tulang masi tak terima. Ia menjelaskan kalo di Jakarta, orang sudah terbiasa dengan wilayah-wilayah tertentu. Misalnya, daerah Jakarta Utara, Selatan, Barat, Timur, dan Pusat. Jakarta Selatan misalnya, wilayahnya uda pasti dan gak berubah. Lalu, kembali ke titik nol tadi. Jadi, menurut tulang, tanpa kompas kan gak ada istilah tenggara atau barat laut misalnya, jadi itu yang membingungkan. Hoho...
Hmm...mungkin bagi yang belum terbiasa dengan budaya ini, pake bahasa belokan kanan-kiri-depan-belakang aja kalee ye...Hihi.